Provinsi Jambi adalah salah satu provinsi yang terletak di Pulau Sumatera. Kota Jambi adalah ibukota dari provinsi ini. Kota Jambi terbentuk semenjak hadirnya kerajaan Melayu Jambi pada abad XVIII, di pinggiran sungai Batanghari. Jambi dibentuk oleh
kebudayaan material dan spiritual dari berbagai etnik, strata sosial,
ekonomi dan sistem pemerintahan pada masa lalu, yang dapat dilihat
melalui bentuk-bentuk bangunan dengan suasana/setting/rona lingkungan
pinggiran sungai.
Jambi pernah berada pada masa-masa pencarian identitas rumah adat.
Uniknya pencarian identitas tersebut bukan karena rumah adat di Jambi
telah punah, melainkan karena terlalu banyak pilihan dan harus memilih
satu di antara dua jenis arsitektur rumah tertua di Jambi. Hingga
kemudian pada tahun 70-an, gubernur menyelenggarakan sayembara untuk
memastikan rumah adat identitas negeri “Sepucuk Jambi Sembilan Lurah” ini.
Dari hasil sayembara tersebut, rumah panggung yang menjadi simbol
hunian tardisional masyarakat Jambi dan kita kenal hari ini adalah Rumah Panggung Kajang Leko.
Sebagai bentuk dukungan langsung, Pemerintah Provinsi Jambi membangun
rumah tersebut di dalam kompleks Kantor Gubernur Jambi. Dikerjakan pada
tahun 1971-1974 serta memusiumkannya. Hingga hari ini kita masih mudah menemukan Rumah Panggung Kajang Leko,
bahkan di luar kantor-kantor pemerintahan. Hal ini menjadi poin positif
tentunya, karena masyarakat Jambi justru bereforia membangun
rumah-rumah berarsitektur adat di tengah perkembangan budaya dan
rongrongan kemajuan zaman.
Rumah Panggung Kajang Leko adalah konsep arsitektur dari Marga Bathin. Sampai sekarang orang Bathin masih mempertahankan adat istiadat yang diwariskan oleh nenek moyang mereka, bahkan peninggalan Kajang Leko atau Rumah Lamo
pun masih bisa dinikmati keindahannya dan masih dipergunakan hingga
kini. Salah satu perkampungan Bathin yang masih utuh hingga sekarang
adalah Kampung Lamo di Rantau Panjang.
Tipologi Rumah Kajang Leko berbentuk bangsal, empat
persegi panjang dengan ukuran 12 meter x 9 meter. Keunikannya terletak
pada struktur konstruksi dan seni ukiran yang menghiasi bangunan.
Seperti yang telah kita ketahui dan dinyatakan oleh Budihardjo
(1994:57), bahwa rumah adalah aktualisasi diri yang diejawantahkan dalam
bentuk kreativitas dan pemberian makna bagi kehidupan penghuninya.
Selain itu rumah adalah cerminan diri, yang disebut Pedro Arrupe sebagai ”Status Conferring Function”, kesuksesan seseorang tercermin dari rumah dan lingkungan tempat huniannya.
Dari segi konstruksi bubungan atap bangunan rumah panggung Kejang Lako dinamai ‘gajah mabuk’
diambil dari nama pembuat rumah yang mabuk cinta tetapi tidak mendapat
restu orang tuanya. Bubungan tersebut dibuat menyerupai perahu dengan
ujung bagian atas bubungan melengkung ke atas yang disebut potong jerambah, atau lipat kajang.
Dengan atap bagian atas dinamakan kasau bentuk dibuat dari mengkuang
atau ijuk yang dianyam kemudian dilipat dua, berfungsi untuk mencegah
air hujan agar tidak masuk ke dalam rumah.
Pada bagian langit-langit ada yang dinamai tebar layar yang berfungsi
sebagai dinding penutup ruang atas dan penahan rembesan tempias air
hujan. Sementara ruang antara tebar layar dan bubungan atap difungsikan
sebagai tempat menyimpan barang tak terpakai dinamai panteh. Dan pada
bagian samping, masing-masing dinding, terbuat dari papan yang diukir.
Sedangkan pintunya terdiri dari 3 macam. Ketiga pintu tersebut adalah
pintu tegak, pintu masinding, dan pintu balik melintang.
Rumah Panggung Kajang Lako memiliki 30 tiang yang terdiri dari 24 tiang utama dan 6 tiang palamban. Tiang utama dipasang dalam bentuk enam jajar, dengan panjang masing-masing 4,25 meter. Tiang utama berfungsi sebagai tiang bawah (tongkat) dan sebagai tiang kerangka bangunan juga sebagai tiang penyekat yang membagi ruangan menjadi 8 ruangan, dan keseluruhan ruangan tersebut memiliki ukuran dan kegunaannya masing-masing.
Rumah Panggung Kajang Lako memiliki 30 tiang yang terdiri dari 24 tiang utama dan 6 tiang palamban. Tiang utama dipasang dalam bentuk enam jajar, dengan panjang masing-masing 4,25 meter. Tiang utama berfungsi sebagai tiang bawah (tongkat) dan sebagai tiang kerangka bangunan juga sebagai tiang penyekat yang membagi ruangan menjadi 8 ruangan, dan keseluruhan ruangan tersebut memiliki ukuran dan kegunaannya masing-masing.
Delapan ruangan tersebut antara lain; Ruang pelamban
letaknya berada di sebelah kiri bangunan induk. Ruangan ini menggunakan
bambu belah yang telah diawetkan sebagai lantainya, dipasang agak jarang
untuk mempermudah air mengalir ke bawah. Pelamban difungsikan sebagi
ruang tunggu bagi tamu yang baru datang sebelum diizinkan masuk rumah.
Berikutnya adalah ruang gaho, ruang ini terletak pada ujung sebelah kiri
bangunan dengan posisi memanjang. Karena dalam ruang gaho terdapat
dapur, tempat air dan tempat penyimpanan barang. Ruangan ini dihiasi
motif ikan dibuat tidak berwarna dan diukirkan di bagian bendul gaho.
Di bagian depan terdapat ruang masinding. Masyarakat Jambi biasanya
menggelar musyawarah adat di rungan ini, dan dipergunakan untuk tempat
duduk khusus untuk kaum laki-laki. Karena ruangan ini berfungsi sebagai
sarana interaksi sosial, tak heran jika kita mendapati beberapa ragam
ukiran. Antara lain motif bungo tanjung yang diukirkan di bagian depan
masinding. Kemudian motif tampuk manggis di atas pintu masuknya.
Berikutnya kita akan menemukan motif bungo jeruk yang diukir pada luar
rasuk (belandar) di atas pintu. Ragam hias dengan motif flora tersbut
dibuat berwarna. Ketiga motif ragam hias tersebut dimaksudkan untuk
memperindah bangunan dan ruangan masinding khususnya, dengan makna
filofosis menggambarkan kesuburan alam Jambi.
Setelah kita dibuat terpukau dengan ukiran-ukiran yang terdapat di
ruang masinding, langsung saja kita memasuki ruang tengah. Ruang tengah
adalah ruang yang berada di tengah-tengah Rumah Panggung Kajang Leko.
Antara ruang tengah dengan ruang masinding ini tidak disekat oleh
dinding. Fungsinya secara khusus, ruang tengah ini ditempati oleh para
wanita pada saat pelaksanaan upacara adat. Ruangan lain dalam rumah
tinggal orang Bathin adalah ruang balik menalam atau ruang dalam.
Ruangan ini dibagi lagi menjadi beberapa bagian, atara lain; ruang
makan, ruang tidur anak gadis, dan ruang tidur orang tua.
Berikutnya adalah ruang balik malintang. Ruang ini terletak di ujung
sebelah kanan Rumah Panggung Kajang Leko dengan posisi menghadap ke
ruang tengah dan ruang masinding. Lantai pada ruangan ini dibuat lebih
tinggi daripada ruangan lainnya, karena berfungsi sebagai ruang utama,
ruangan ini tidak boleh ditempati oleh sembarang orang. Besarnya ruangan
balik melintang berukuran 2×9 meter, atau sama dengan luas ruang gaho.
Seperti halnya ruang gaho, ruangan balik melintang pun dihiasi ragam
ukiran yang berbentuk ikan yang sudah distilir ke dalam bentuk
daun-daunan yang dilengkapi dengan bentuk sisik ikan.
Sementara di bagian bawah terdapat ruang bauman. Ruang ini tidak berlantai dan tidak berdinding, dipergunakan untuk menyimpan abrang, atau memasak pada waktu ada pesta, serta kegiatan lainnya. Rumah Panggung Kajang Leko memiliki dua tangga, yaitu: tangga utama yang terdapat di sebelah kanan pelamban dan tangga penteh yang dipakai untuk naik ke penteh.
Sementara di bagian bawah terdapat ruang bauman. Ruang ini tidak berlantai dan tidak berdinding, dipergunakan untuk menyimpan abrang, atau memasak pada waktu ada pesta, serta kegiatan lainnya. Rumah Panggung Kajang Leko memiliki dua tangga, yaitu: tangga utama yang terdapat di sebelah kanan pelamban dan tangga penteh yang dipakai untuk naik ke penteh.
Rumah Panggung Kajang Leko adalah salah satu bentuk pengejawantahan
cita rasa seni, budaya, dan keyakinan masyarakat Jambi yang tersirat
mulai dari bentuk bangunan, fungsi ruangan, seni ukiran, dll. Padahal
pada awal peradaban manusia, fungsi dasar rumah adalah untuk melindungi
gangguan alam dan binatang. Namun sejalan dengan peradaban, fungsi rumah
berkembang sebagai sumber rasa aman dan kenyamanan. Secara sosial rumah
juga berfungsi sebagai tatus simbol dan ukuran kemakmuran. Kini
keberadaan Rumah Panggung Kajang Leko juga digunakan sebagai sarana
investasi, pariwisata, dan sumber penilitian akademiki.
0 komentar:
Posting Komentar