Trik Untuk Menghindari Kejahatan Hipnotis

Posted by Dedo Balabo On Senin, 07 Januari 2013 0 komentar
Hipnotis adalah cabang ilmu psikologi yang mempelajari pengaruh sugesti terhadap pikiran manusia. Dalam literatur barat, hipnotis disebut “hypnosis” atau “hypnotism” yang berasal kata “hypnos” ,nama dewa tidur dalam mitologi Yunani Kuno. Dulu ilmu hipnotis tidak ada namanya, sampai pada tahun 1940-an seorang dokter inggris, James Braid, memberi nama “hypnotism” karena ia mengira kondisi trance itu sama dengan tidur.

Namun akhirnya James Braid menyadari bahwa kondisi trance tidak sama dengan tidur. Seorang yang mengalami trance masih sadar dan masih mendengar seperti biasa yang mana hal itu tidak terjadi ketika seseorang tidur. Untuk itu, James Braid mencoba mengganti nama hypnotism menjadi monoideaism yang artinya suatu kondisi dimana seseorang sangat fokus pada suatu ide sehingga mengabaikan sekitarnya. Namun karena nama hypnotism terlanjur populer, maka istilah monoideaism menjadi tidak terkenal.

Kemampuan penghipnotis untuk mempengaruhi alam bawah sadar orang lain, membuat hipnotis banyak digunakan untuk tindak kejahatan. Selain efektif, cara ini juga digunakan tanpa kekerasan dan juga baru bisa disadari korbannya setelah beberapa saat kemudian.

Berikut adalah kiat-kiat untuk menghindari kejahatan hipnotis/gendam :

1. Percaya dan yakinlah sepenuhnya bahwa kejahatan hipnotis tidak akan mempan kepada orang yang menolaknya, karena seluruh proses hipnotis adalah proses “self hypnosis ” (kita mensugesti diri sendiri) dimana rasa takut kita dimanfaatkan oleh penggendam.

2. Curigalah pada orang yang baru anda kenal dan berusaha mendekati anda, karena seluruh proses hipnotis merupakan teknik komunikasi yang sangat persuasif.

3. Waspadalah terhadap orang yang menepuk anda dan hindari dari percakapan yang mungkin terjadi. Ketika anda fokus pada ucapannya, pada saat itulah sugesti sedang dilontarkan. Segeralah pindah dari tempat itu dan alihkan perhatian anda ketempat lain.

4. Sibukkan pikiran anda dan jangan biarkan pikiran kosong pada saat anda sedang sendirian ditempat umum, karena pada saat pikiran kosong / bengong, bawah sadar terbuka sangat lebar dan mudah untuk tersugesti.

5. Waspadalah terhadap rasa mengantuk, mual, pusing, atau dada terasa sesak yang datang tiba-tiba secara tidak wajar, karena kemungkinan saat itu ada seseorang yang berusaha melakukan telepathic forcing kepada anda. Segera niatkan untuk membuang seluruh energi negatif tersebut kebumi, cukup dengan cara visualisasi dan berdoa menurut agama dan keyakinan anda.

6. Bila ada orang yang memiliki kebiasaan “latah” usahakan agar kalau bepergian ditemani oleh orang lain, karena latah adalah suatu kebiasaan membuka bawah sadar untuk mengikuti perintah. Usahakanlah untuk menghilangkan kebiasaan latah tersebut.

7. Hati-hati terhadap beberapa orang yang tiba-tiba mengerumuni anda tanpa suatu hal yang jelas dan pergilah ketempat yang ramai atau laporkan kepada petugas keamanan. Kadang penggendam melakukan hipnotis secara berkelompok, seolah-olah saling tidak mengenal.

8. Jika anda mulai merasa memasuki suatu kesadaran yang berbeda, segeralah perintahkan diri anda agar sadar dan normal kembali, dengan meniatkan, “Saya sadar dan normal sepenuhnya! ” Dan andapun akan sadar dan normal kembali.
READ MORE

Misteri di Balik G 30 S/PKI

Posted by Dedo Balabo On 2 komentar
Satu tahun setelah peristiwa G 30 S/PKI dalam majalah Reader’s Digest edisi bulan november 1966, Clarence W Hall menulis bahwa peristiwa G 30 S/PKI merupakan manuver PKI dan Soekarno untuk melanjutkan skenario politik yang telah mereka susun selama Demokrasi Terpimpin. Versi ini menyimpulkan bahwa PKI dan Soekarno adalah dalang peristiwa berdarah tersebut. Peter Dale Scott, Guru Besar Universitas California Berkeley menulis dalam majalah Pasific Affairs bahwa CIA adalah dalang dibalik G 30 S/PKI. Selain itu, Kathy Kadane, wartawati kantor berita State News Service Amerika Serikat menyatakan bahwa CIA telah memberikan daftar 5000 nama tokoh PKI kepada Angkatan Darat pada tahun 1965 yang kemudian dibunuh pasca-G 30 S/PKI. Dilain pihak, Winslow Peck, analis intlijen Dinas Keamanan AU Amerika dan konferensi CIA dan perdamaian dunia bulan april 1975 mengungkapkan keterlibatan CIA dalam peristiwa G 30 S/PKI. Disebutkan bahwa penggulingan kekuasaan Soekarno pada akhir tahun 1960-an adalah sukses CIA yang dibantu berbagai pihak pro-Barat di Asia, terutama Asian Regional Organization. 

Keterlibatan CIA dalam peristiwa G 30 S dibantah oleh dua orang mantan duta besar Amerika Serikat untuk Indonesia, yaitu Howard Palfrey Jones dan Green. Howard Jones dalam bukunya Indonesia: The Possible Dream mengungkapkan bahwa G 30 S/PKI merupakan kudeta abortif kekuatan komunis di Indonesia untuk melenyapkan pimpinan teras Angkatan Darat dan membangun pemerintahan kiri. Menurut Jones Amerika Serikat tidak ikut serta membantu kudeta PKI. Marshal Green dalam bukunya yang berjudul Dari Soekarno ke Soeharto: G 30 S/PKI dari Kaca Mata Seorang Duta  Besar menilai gerakan G 30 S/PKI memiliki kaitan dengan gerakan komunis di Asia Tenggara, yaitu antara Vietnam dan Indonesia. Menurut Green terdapat sejumlah indikasi keterlibatan RRC dibelakang kudeta yang gagal tersebut.
 
Sementara itu, Manai Sophian dalam bukunya yang berjudul Kehormatan Bagi yang Berhak menuturkan ulang pernyataan Soekarno tentang G 30 S/PKI. Peristiwa berdarah itu menurut Manai Sophian terjadi karena tiga faktor. Pertama, kesalahan para pemimpin PKI. Kedua, lihainya kekuatan Barat atau nekolim. Ketiga, adanya oknum yang tidak benar. Menurut Manai Sophian, pimpinan PKI menjalankan gerakan tanpa persutujuan dari massa pendukungnya karena terjebak isu Dewan Jenderal yang direkayasa oleh intelijen Barat. Manai Sophian juga menyebutkan kedekatan Amerika Serikat dengan Angkatan Darat (A.H Nasution) sebagai oknum yang tidak benar. Kedekatan Amerika Serikat-Angkatan Darat menurut Manai Sophian menunjukkan bahwa Amerika Serikat memiliki peranan dalam pemanasan suhu politik waktu itu. Selanjutnya, para pemimpin PKI terpancing untuk mempercepat gerakan menyelamatkan kepentingan PKI. Menurut Manai Sophian, Soekarno tidak terlibat dalam pergolakan yang terjadi akibat memanasnya hubungan PKI dengan Angkatan Darat. Dengan kata lain, Soekarno tidak mengetahui dan tidak menjadi dalang gerakan yang dilakukan pemimpin PKI tersebut.

Cornell Paper yang merupakan makalah yang ditulis oleh Benedict Richard O’Gorman Anderson dan Ruth Mc. Vey berjudul A Preliminary Analysis of The October 1 1965, Coup in Indonesia (1966) menyimpulkan bahwa peristiwa G 30 S adalah persoalan intern Angkatan Darat. Versi ini menyebutkan keterlibatan PKI pada saat-saat akhir kudeta karena dipancing pihak TNI AD dan PKI akhirnya benar-benar terseret dalam pemberontakan dan ketelibatannya bersifat insidental.

Buku Putih yang diterbitkan Sekretariat Negara RI mengungkapkan keterkaitan Presiden Soekarno dengan G 30 S/PKI dalam beberapa hal. Pertama, G 30 S dinilai sebagai klimaks manuver PKI untuk mengarahkan perpolitikan Demokrasi Terpimpin menuju kemenangan PKI dan gerakan komunis internasional. Kedua, Presiden Soekarno tidak dinilai sebagai aktor pasif dan hanya memberi peluang PKI untuk memenuhi ambisi politiknya melalui konsep nasakom. Isi Buku Putih tidak menuding Presiden Soekarno terlibat G 30 S/PKI, akan tetapi hanya menunujukkan indikasi sikap yang terlalu lunak terhadap pelaku G 30 S/PKI dengan menganggapnya sebagai kejadian biasa dalam revolusi Indonesia.
READ MORE

Benarkah Aisyah menikah dengan Rasullah saw pada saat umur 7 tahun ?

Posted by Dedo Balabo On 0 komentar
Sudah menjadi rahasia umum, jika pernikahan Nabi Muhammad saw dengan Aisyah yang katanya pada saat itu umur Aisyah masih 7 tahun menjadi salah satu alasan kaum non-muslim menyerang islam dengan tuduhan-tuduhan keji kepada Nabi dan juga umat islam,  dengan menyatakan Nabi Muhammad adalah nabi yang tidak bertanggung jawab dengan mempersunting seorang anak kecil yang masih berusia 7 tahun untuk dijadikan istrinya.

Namun, benarkah Nabi Muhammad saw menikah dengan seorang anak kecil berusia 7 tahun ?

Untuk menjawab pertanyaan tersebut, berikut adalah sebuah analisis tentang riwayat pernikahan Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam dengan Aisyah ra. 

Bukti 1: Pengujian Terhadap Sumber
Sebagian besar riwayat yang menceritakan hal ini diriwayatkan  oleh Hisham ibn `Urwah, yang mencatat atas otoritas dari bapaknya, yang mana seharusnya minimal 2 atau 3 orang harus mencatat hadist serupa juga. Adalah aneh bahwa tak ada seorang pun yang di Madinah, dimana Hisham ibn `Urwah tinggal, sampai usia 71 tahun baru menceritakan hal ini, disamping kenyataan adanya banyak murid-murid di Madinah termasuk yang tersohor Malik ibn Anas, tidak menceritakan hal ini.  Asal dari riwayat ini adalah dari orang-orang Iraq, di mana Hisham tinggal disana dan pindah dari Medinah ke Iraq pada usia tua.
Tehzibu'l-Tehzib, salah satu buku yang cukup terkenal yang berisi catatan para periwayat hadist, menurut Yaqub ibn Shaibah mencatat: "Hisham sangat bisa dipercaya, riwayatnya dapat diterima, kecuali apa-apa yang dia ceritakan setelah pindah ke Iraq "(Tehzi'bu'l-tehzi'b, Ibn Hajar Al-`asqala'ni, Dar Ihya al-turathal-Islami, 15th century. Vol 11, p.50).

Dalam pernyataan lebih lanjut bahwa Malik ibn Anas menolak riwayat Hisham yang dicatat dari orang-orang Iraq: "Saya pernah diberi tahu bahwa Malik menolak riwayat Hisham yang dicatat dari orang-orang Iraq" (Tehzi'b u'l-tehzi'b, IbnHajar Al- `asqala'ni, Dar Ihya al-turathal-Islami, Vol.11, p. 50).
Mizanu'l-ai`tidal, buku lain yang berisi uraian riwayat hidup pada periwayat hadist Nabi saw mencatat: "Ketika masa tua, ingatan Hisham mengalami kemunduran yang mencolok" (Mizanu'l-ai`tidal, Al-Zahbi,Al-Maktabatu'l-athriyyah, Sheikhupura, Pakistan, Vol. 4, p. 301).

KESIMPULAN:
Berdasarkan referensi ini, Ingatan Hisham sangatlah buruk dan riwayatnya setelah pindah ke Iraq sangat tidak bisa dipercaya, sehingga riwayatnya mengenai umur pernikahan Aisyah adalah tidak kredibel.

KRONOLOGI: Adalah vital untuk mencatat dan mengingat tanggal penting dalam sejarah Islam:
Pra-610 M: masa Jahiliyah (masa Pra-islam) sebelum turun wahyu
610 M: turun wahyu pertama Abu Bakar menerima Islam
613 M: Nabi Muhammad Shallallahu 'Alaihi wa Sallam mulai mengajar ke Masyarakat.
616 M: Umar bin al Khattab menerima Islam.
620 M: dikatakan Nabi Shallallahu 'Alaihi wa Sallam meminang Aisyah
622 M: Hijrah ke Yathrib, kemudian dinamai Madinah
623/624 M: dikatakan Nabi Shallallahu 'Alaihi wa Sallam  berumah tangga dengan Aisyah

Bukti 2: Meminang
Menurut Tabari (juga menurut Hisham ibn `Urwah, Ibn Hunbal and IbnSad), Aisyah dipinang pada usia 7 tahun dan mulai berumah tangga pada usia 9 tahun.
Tetapi, di bagian lain, Al-Tabari mengatakan: "Semua anak Abu Bakar (4 orang) dilahirkan pada masa jahiliyah dari 2 isterinya "(Tarikhu'l-umam wa'l-mamlu'k, Al-Tabari (died 922), Vol. 4,p. 50,Arabic, Dara'l-fikr, Beirut, 1979).
Jika Aisyah dipinang pada tahun 620M (umur Aisyah 7 tahun) dan berumah tangga tahun 623/624 M (usia 9 tahun), ini mengindikasikan bahwa Aisyah dilahirkan pada 613 M. Sehingga berdasarkan tulisan Al- Tabari, Aisyah seharusnya dilahirkan pada 613M, Yaitu 3 tahun sesudah masa Jahiliyah usai (610 M).
Tabari juga menyatakan bahwa Aisyah dilahirkan pada saat Jahiliyah.  Jika Aisyah dilahirkan pada masa Jahiliyah, seharusnya minimal Aisyah berumur 14 tahun ketika dinikah. Tetapi intinya Tabari mengalami kontradiksi dalam periwayatannya.

KESIMPULAN: Al-Tabari tak reliable mengenai umur Aisyah ketika menikah.

Bukti  3: Umur Aisyah jika dihubungkan dengan umur Fatimah
Menurut Ibn Hajar, "Fatimah dilahirkan ketika Ka`bah dibangun kembali, ketika Nabi Shallallahu 'Alaihi wa Sallam  berusia 35 tahun" Fatimah 5 tahun lebih tua dari Aisyah" (Al-isabah fi tamyizi'l-sahabah, Ibn Hajar al-Asqalani, Vol.4, p. 377, Maktabatu'l-Riyadh al-haditha, al-Riyadh,1978).
Jika Statement Ibn Hajar adalah factual, berarti Aisyah dilahirkan ketika Nabi berusia 40 tahun. Jika Aisyah dinikahi Nabi pada saat usia Nabi 52 tahun, maka usia Aisyah ketika menikah adalah 12 tahun.

KESIMPULAN: Ibn Hajar, Tabari, Ibn Hisham, dan Ibn Humbal kontradiksi satu sama lain. Tetapi tampak nyata bahwa riwayat Aisyah menikah usia 7 tahun adalah mitos tak berdasar.

Bukti 4: Umur Aisyah dihitung dari umur Asma'
Menurut Abda'l-Rahman ibn abi zanna'd: "Asma lebih tua 10 tahun dibanding Aisyah (Siyar A`la'ma'l-nubala', Al-Zahabi, Vol. 2, p. 289,Arabic, Mu'assasatu'l-risalah, Beirut, 1992).
Menurut Ibn Kathir: "Asma lebih tua 10 tahun dari adiknya [Aisyah]" (Al-Bidayah wa'l-nihayah, Ibn Kathir, Vol. 8, p. 371,Dar al-fikral-`arabi, Al-jizah, 1933).
Menurut Ibn Kathir: "Asma melihat pembunuhan anaknya pada tahun 73 H, dan 5 hari kemudian Asma meninggal. Menurut riwayat lainya, dia meninggal 10 atau 20 hari kemudian, atau beberapa hari lebih dari 20 hari, atau 100 hari kemudian. Riwayat yang paling kuat adalah 100 hari kemudian. Pada waktu Asma Meninggal, dia berusia 100 tahun" (Al-Bidayah wa'l-nihayah, Ibn Kathir, Vol. 8, p. 372, Dar al-fikral-`arabi, Al- jizah, 1933)
Menurut Ibn Hajar Al-Asqalani: "Asma hidup sampai 100 tahun dan meninggal pada 73 or 74 H." (Taqribu'l-tehzib, Ibn Hajar Al-Asqalani,p. 654, Arabic, Bab fi'l-nisa', al-harfu'l-alif, Lucknow).
Menurut sebagaian besar ahli sejarah,  Asma adalah saudara tertua dari Aisyah berselisih usia 10 tahun. Jika Asma wafat pada usia 100 tahun di tahun 73 H, Asma seharusnya berusia 27 atau 28 tahun ketika hijrah (622M).
Jika Asma berusia 27 atau 28 tahun ketika hijrah (ketika Aisyah berumah tangga), Aisyah seharusnya berusia 17 atau 18 tahun. Jadi, Aisyah, berusia 17 atau 18 tahun ketika hijrah pada tahun dimana Aisyah berumah tangga.
Berdasarkan Hajar, Ibn Katir, and Abda'l-Rahman ibn abi zanna'd, usia Aisyah ketika beliau berumah tangga dengan Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam adalah 19 atau 20 tahun.

Dalam bukti  3, Ibn Hajar memperkirakan usia Aisyah 12 tahun dan dalam bukti 4 Ibn Hajar mengkontradiksi dirinya sendiri dengan pernyataannya usia Aisyah 17 atau 18 tahun. Jadi mana usia yang benar? 12 atau 18..?

KESIMPULAN: Ibn Hajar tidak valid dalam periwayatan usia Aisyah.

Bukti 5: Perang BADAR dan UHUD
Sebuah riwayat mengenai partisipasi Aisyah dalam perang Badar dijabarkan dalam hadist Muslim, (Kitabu'l-jihad wa'l-siyar, Bab karahiyati'l-isti`anah fi'l-ghazwi bikafir). Aisyah,  menceritakan salah satu moment penting dalam perjalanan selama perang Badar, mengatakan: "ketika kita mencapai Shajarah". Dari pernyataan ini tampak jelas, Aisyah merupakan anggota perjalanan menuju Badar.
Sebuah riwayat mengenai pastisipasi Aisyah dalam Uhud tercatat dalam riwayat Bukhari (Kitabu'l-jihad wa'l-siyar, Bab Ghazwi'l-nisa' waqitalihinnama`a'lrijal): "Anas mencatat bahwa pada hari Uhud, Orang-orang tidak dapat berdiri dekat Rasulullah. [pada hari itu,] Saya melihat Aisyah dan Umm-i-Sulaim dari jauh, Mereka menyingsingkan sedikit pakaian-nya [untuk mencegah halangan gerak dalam perjalanan tsb]."
Lagi-lagi, hal ini menunjukkan bahwa Aisyah ikut berada dalam perang Uhud dan Badar.
Diriwayatkan oleh Bukhari (Kitabu'l-maghazi, Bab Ghazwati'l-khandaq wahiya'l-ahza'b): "Ibn `Umar menyatakan bahwa Rasulullah tidak mengijinkan dirinya berpastisispasi dalam perang Uhud, pada waktu itu Ibnu Umar berusia 14 tahun. Tetapi ketika perang Khandaq, ketika berusia 15 tahun, Nabi mengijinkan Ibnu Umar ikut dalam perang tsb." Berdasarkan riwayat ini, (a) anak-anak berusia dibawah 15 tahun akan dipulangkan dan tidak diperbolehkan ikut dalam perang, dan (b) Aisyah ikut dalam perang badar dan Uhud.

KESIMPULAN:
Aisyah ikut dalam perang Badar dan Uhud jelas mengindikasikan bahwa beliau tidak berusia 9 tahun ketika itu, tetapi minimal berusia 15 tahun. Disamping itu, wanita-wanita yang ikut menemani para pria dalam perang sudah seharusnya berfungsi untuk membantu, bukan untuk menambah beban bagi mereka. Ini merupakan bukti lain dari kontradiksi usia pernikahan Aisyah.

BUKTI 6: Surat al-Qamar (Bulan)
Menurut beberapa riwayat, Aisyah dilahirkan pada tahun ke delapan sebelum hijriyah. Tetapi menurut sumber lain dalam Bukhari, Aisyah tercatat mengatakan hal ini: "Saya seorang gadis muda (jariyah dalam bahasa arab)" ketika Surah Al-Qamar diturunkan (Sahih Bukhari,Kitabu'l-tafsir, Bab Qaulihi Bal al-sa`atu Maw`iduhum wa'l-sa`atuadha' wa amarr).
Surat 54 dari Quran diturunkan pada tahun ke delapan sebelum hijriyah (The Bounteous Koran, M.M. Khatib, 1985), menunjukkan bahwa surat tsb diturunkan pada tahun 614 M. jika Aisyah memulai berumah tangga dengan Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam pada usia 9 di tahun 623 M or 624 M, Aisyah masih bayi yang baru lahir (sibyah in Arabic) pada saat Surah Al-Qamar diturunkan. Menurut riwayat diatas, secara aktual tampak bahwa Aisyah adalah gadis muda, bukan bayi yang baru lahir ketika pewahyuan Al-Qamar. Jariyah berarti gadis muda yang masih suka bermain (Lane's Arabic English Lexicon).
Jadi, Aisyah, telah menjadi jariyah bukan sibyah (bayi), jadi telah berusia 6-13 tahun pada saat turunnya surah Al-Qamar, dan oleh karena itu sudah pasti berusia 14-21 tahun ketika dinikah Nabi.

KESIMPULAN: Riwayat ini juga mengkontra riwayat pernikahan Aisyah yangberusia 9 tahun.

Bukti 7: Terminologi bahasa Arab
Menurut riwayat dari Ahmad ibn Hanbal, sesudah meninggalnya isteri pertama Rasulullah, Khadijah, Khaulah datang kepada Nabi dan menasehati Nabi untuk menikah lagi, Nabi bertanya kepadanya tentang pilihan yang ada di pikiran Khaulah. Khaulah berkata: "Anda dapat menikahi seorang gadis (bikr) atau seorang wanita yang pernah menikah (thayyib)". Ketika Nabi bertanya tentang identitas gadis tersebut (bikr), Khaulah menyebutkan nama Aisyah.
Bagi orang yang paham bahasa Arab akan segera melihat bahwa kata bikr dalam bahasa Arab tidak digunakan untuk gadis belia berusia 9 tahun.
Kata yang tepat untuk gadis belia yang masih suka bermain-main adalah, seperti dinyatakan dimuka, adalah jariyah.  Bikr disisi lain, digunakan untuk seorang wanita yang belum menikah serta belum punya pertautan pengalaman dengan pernikahan, sebagaimana kita pahami dalam bahasa Inggris "virgin". Oleh karena itu, tampak jelas bahwa gadis belia 9 tahun bukanlah wanita ‘’bikr’’ (Musnad Ahmad ibn Hanbal, Vol. 6, p..210,Arabic, Dar Ihya al-turathal-`arabi, Beirut).

Kesimpulan: Arti literal dari kata, bikr (gadis), dalam hadist di atas adalah "wanita dewasa yang belum punya pengalaman sexual dalam pernikahan." Oleh karena itu, Aisyah adalah seorang wanita dewasa pada waktu menikahnya.

Bukti 8. Text Qur'an
Seluruh muslim setuju bahwa Quran adalah buku petunjuk. Jadi, kita perlu mencari petunjuk dari Qur'an untuk membersihkan kabut kebingungan yang diciptakan oleh para periwayat pada periode klasik Islam mengenai usia Aisyah dan pernikahannya. Apakah Quran mengijinkan atau melarang pernikahan dari gadis belia berusia 7 tahun?
Tak ada ayat yang secara eksplisit mengijinkan pernikahan seperti itu.  Ada sebuah ayat, yang bagaimanapun, yang menuntun muslim dalam mendidik dan memperlakukan anak yatim. Petunjuk Qur'an mengenai perlakuan anak Yatim juga valid diaplikasikan ada anak kita sendiri.
Ayat tersebut mengatakan: Dan janganlah kamu serahkan kepada orang-orang yang belum sempurna akalnya, harta (mereka yang ada dalam kekuasaanmu) yang dijadikan Allah sebagai pokok kehidupan. Berilah mereka belanja dan pakaian (dari hasil harta itu) dan ucapkanlah kepada mereka kata-kata yang baik. (Qs An-Nisa 4:5) Dan ujilah anak yatim itu sampai mereka cukup umur untuk kawin.
Kemudian jika menurut pendapatmu mereka telah cerdas (pandai memelihara harta), maka serahkanlah kepada mereka harta-hartanya. ?? (Qs An-Nisa 4:6)
Dalam hal seorang anak yang ditingal orang tuanya, Seorang muslim diperintahkan untuk (a) memberi makan mereka, (b) memberi pakaian, (c) mendidik mereka, dan (d) menguji mereka terhadap kedewasaan "sampai usia menikah" sebelum mempercayakan mereka dalam pengelolaan keuangan.
Disini, ayat Qur'an menyatakan tentang butuhnya bukti yang teliti terhadap tingkat kedewasaan intelektual dan fisik melalui hasil test yang objektif sebelum memasuki usia nikah dan untuk mempercayakan pengelolaan harta-harta kepada mereka.
Dalam ayat yang sangat jelas diatas, tidak ada seorangpun dari muslim yang bertanggungjawab akan melakukan pengalihan pengelolaan keuangan pada seorang gadis belia berusia 7 tahun. Jika kita tidak bisa mempercayai gadis belia berusia 7 tahun dalam pengelolaan keuangan, Gadis tersebut secara tidak memenuhi syarat secara intelektual maupun fisik untuk menikah. Ibn Hambal (Musnad Ahmad ibn Hambal, vol.6, p. 33 and 99) menyatakan bahwa Aisyah yang berusia 9 tahun lebih tertarik untuk bermain dengan mainannya daripada mengambil tugas sebagai isteri.
Oleh karena itu sangatlah sulit untuk mempercayai, bahwa Abu Bakar, seorang tokoh muslim, akan menunangkan anaknya yang masih belia berusia 7 tahun dengan Nabi yang berusia 50 tahun. Sama sulitnya untuk membayangkan bahwa Nabi menikahi seorang anak belia berusia 7 tahun.
Sebuah tugas penting lain dalam menjaga anak adalah mendidiknya.  Marilah kita memunculkan sebuah pertanyaan,"berapa banyak di antara kita yang percaya bahwa kita dapat mendidik anak kita dengan hasil memuaskan sebelum mereka mencapai usia 7 atau 9 tahun?" Jawabannya adalah Nol besar.
Logika kita berkata, adalah tidak mungkin tugas mendidik anak kita dengan memuaskan sebelum mereka mencapai usia 7 tahun, lalu bagaimana  mungkin kita percaya bahwa Aisyah telah dididik secara sempurna pada usia 7 tahun seperti diklaim sebagai usia pernikahannya?
Abu Bakar merupakan seorang yang jauh lebih bijaksana dari kita semua, Jadi dia akan merasa dalam hatinya bahwa Aisyah masih seorang anak-anak yang belum secara sempurna sebagaimana dinyatakan Qur'an.  Abu Bakar tidak akan menikahkan Aisyah kepada seorangpun. Jika sebuah proposal pernikahan dari gadis belia dan belum terdidik secara memuaskan datang kepada Nabi, Beliau akan menolak dengan tegas karena itu menentang hukum-hukum Quran.

KESIMPULAN: Pernikahan Aisyah pada usia 7 tahun akan menentang hukum kedewasaan yang dinyatakan Quran. Oleh karena itu, Cerita pernikahan 'Aisyah gadis belia berusia 7 tahun adalah mitos semata.

Bukti 9: Ijin dalam pernikahan
Seorang wanita harus ditanya dan diminta persetujuan agar pernikahan yang dia lakukan menjadi syah (Mishakat al Masabiah, translation byJames Robson, Vol. I, p. 665). Secara Islami, persetujuan yang kredible dari seorang wanita merupakan syarat dasar bagi kesyahan sebuah pernikahan.
Dengan mengembangkan kondisi logis ini, persetujuan yang diberikan oleh gadis belum dewasa berusia 7 tahun tidak dapat diautorisasi sebagai validitas sebuah pernikahan.
Adalah tidak terbayangkan bahwa Abu Bakar, seorang laki-laki yang cerdas, akan berpikir dan menanggapi secara keras tentang persetujuan pernikahan gadis 7 tahun (anaknya sendiri) dengan seorang laki-laki berusia 50 tahun.
Serupa dengan ini, Nabi Shallallahu 'Alaihi wa Sallam tidak mungkin menerima persetujuan dari seorang gadis yang menurut hadist dari Muslim, masih suka bermain-main dengan bonekanya ketika berumah tangga dengan Rasulullah.

KESIMPULAN: Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam tidak menikahi gadis berusia 7 tahun karena akan tidak memenuhi syarat dasar sebuah pernikahan islami tentang klausa persetujuan dari pihak isteri. Oleh karena itu, hanya ada satu kemungkinan Nabi Shallallahu 'Alaihi wa Sallam menikahi 'Aisyah seorang wanita yang dewasa secara intelektual maupun fisik.

Summary:
Tidak ada tradisi Arab untuk menikahkan anak perempuan atau laki-laki yang berusia 9 tahun, Demikian juga tidak ada pernikahan Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam  dan Aisyah ketika berusia 9 tahun. Orang-orang arab tidak pernah keberatan dengan pernikahan seperti ini, karena ini tak pernah terjadi sebagaimana isi beberapa riwayat.
Jelas nyata, riwayat pernikahan Aisyah pada usia 9 tahun oleh Hisham ibn `Urwah tidak bisa dianggap sebagai kebenaran, dan kontradisksi dengan riwayat-riwayat lain. Lebih jauh, tidak ada alasan yang nyata untuk menerima riwayat Hisham ibn `Urwah sebagai kebenaran ketika para pakar lain, termasuk Malik ibn Anas, melihat riwayat Hisham ibn `Urwah selama di Iraq adalah tidak reliable.
Pernyataan dari Tabari, Bukhari dan Muslim menunjukkan mereka kontradiksi satu sama lain mengenai usia menikah bagi Aisyah. Lebih jauh, beberapa pakar periwayat mengalami internal kontradiksi dengan riwayat-riwayatnya sendiri. Jadi, riwayat usia Aisyah 9 tahun ketika menikah adalah tidak reliable karena adanya kontradiksi yang nyata pada catatan klasik dari pakar sejarah Islam.
READ MORE

Inilah Alasan Kenapa Mobil Ambulance Bagian Depannya ditulis Terbalik

Posted by Dedo Balabo On 0 komentar

Tentu anda pernah menjumpai mobil pelayanan seperti ambulan, mobil polisi, atau kendaraan yang bertugas melakukan pelayanan secara cepat. Nampak di bagian depannya terdapat tulisan yang di cetak terbalik. Kenapa dibuat demikian? Bukankah dengan ditulis terbalik akan semakin sulit orang membacanya? Lantas mengapa ditulis terbalik seperti itu? Dan mengapa karakter terbalik itu hanya ditulis di bagian depan kendaraan?

Salah satu kelengkapan kendaraan yang ditemui pada kendaraan bermotor adalah kaca spion. Kaca spion digunakan untuk mengamati objek yang ada di belakang kendaraan, sehingga kita tidak perlu menoleh ke belakang pada saat mengendarai kendaraan.

Sudah menjadi sifat cermin adalah menciptakan ”bayangan” yang berkebalikan dengan objeknya, kanan menjadi kiri, kiri menjadi kanan (tetapi tidak ”membalik” atas menjadi bawah lho). Nah tulisan yang kita baca ”lewat” cermin juga akan terlihat terbalik.

Dengan demikian, jelas tujuan kenapa mobil AMBULANCE memiliki tulisan terbalik di depannya adalah agar semua pengemudi di jalan raya tetap bisa membaca tulisan ”ambulance” yang ”terbalik” itu jika dengan menggunakan kaca spion tidak akan terbalik. Tulisan Terbalik hanya di pasang di bagian depan kendaraan, tidak di bagian lainnya. Sehingga diharapkan kendaraan yang berada didepan ambulan akan memberi ”jalan” dan mempersilakan lewat karena mobil ambulan umumnya bergegas menuju tujuannya.

READ MORE