Beberapa
hari lalu, warga Dusun Pemuyian, Sungai Jernih, Kecamatan Limbur Lubuk
Mengkuang Kabupaten Bungo heboh, dengan ditemukanya tulang yang diduga
dari hewan pada jaman dahulu yaitu Dinosaurus. penemuan yang
menghebohkan ini, ditemukan oleh Abdullah (40), warga Dusun Pelayang
Kecamatan Bathin II Pelayang.
Dari keterangan Abdullah, saat dia mencari rotan di dalam hutan belantara tepatnya di perbatasan hutan TNKS Kerinci dan Hutan HP Kabupaten Bungo. Abdullah berjalan mendaki bukit masuk hutan mencarai rotan, sampai dalam hutan dikejutkan dengan melihat tulang-belulang besar melebihi dari tulang hewan jenis Gajah. Dari keterangan Abdullah, merasa aneh melihat tulang tersebut, melebihi dari tulang binatang Gajah. Abdullah melaporkanya ke beberapa warga setempat." Ngan imak tulangnyo gedang-gedang nian, awak yakin iko bukan tulang Gajah, Iko tulang binatang lamo jenis Dinosaurus, karno tinggi tulang yang ngan imak, tingginyo lebih dari tigo meter," Ujar Abdullah.
Penemuan tulang yang diduga dari tulang hewan Dinosaurus ini langsung dilaporkan masyarakat ke Dinas Kebudayaan, Pariwisata dan Olahraga Kabupaten Bungo. Berkelang beberpa hari, Tim dari dinas Kebudayaan Pariwisata dan Olahraga Kabupaten Bungo langsung menuju ke tempat penemuan tulang yang diduga tulang dari hewan Dinosaurus.
Roza Patra staf dari Dinas Pariwisata dan Olahraga Bungo memimpin langsung ke tempat penemuan tulang ini. Roza Patra mengatakan dari analisa terhadap tulang yang diduga dari hewan Dinosaurus ataupun tulang binatang besar yang hidup pada zaman sekarang. Saat ini masih belum bisa menyimpulkan kalau ini adalah tulang Dinosaurus atau tulang Badak atau jenis hewan besar lainya yang hidup pada zaman sekarang. Namun berkemungkinan benar tulang diduga dari fosil Dinosaurus, dilihat dari jenis tulangnya, terlihat lebih besar dari binatang yang ada saat sekarang, selain itu pada rahang tulang binatang ini terlihat lebih kecil dari tulang lainya. kemungkinan besar hewan ini dimasa hidupnya memakan makanan jenis flora.
" Ada kemungkinan, hewan ini besar. Dilihat dari tulangnya, melebihi tulang gajah dan badak, dugaan sementara hewan ini lebih besar dari binatang yang ada saat sekarang ." Ujar Roza Patra.
Roza patra juga mengatakan, dilihat dari jenis tulang tengkorak bagian kepala dan rahang , terlihat lebih kecil, diduga hewan ini pemakan rumput dan tumbuh-tumbuhan(Flora)," Penemuan tulang ini kita teruskan ke tim ahlinya yaitu Arkeologi Provinsi jambi, Mereka lebih memamahami tentang fosil tulang ini," Ujar Roza.
Dari keterangan Abdullah, saat dia mencari rotan di dalam hutan belantara tepatnya di perbatasan hutan TNKS Kerinci dan Hutan HP Kabupaten Bungo. Abdullah berjalan mendaki bukit masuk hutan mencarai rotan, sampai dalam hutan dikejutkan dengan melihat tulang-belulang besar melebihi dari tulang hewan jenis Gajah. Dari keterangan Abdullah, merasa aneh melihat tulang tersebut, melebihi dari tulang binatang Gajah. Abdullah melaporkanya ke beberapa warga setempat." Ngan imak tulangnyo gedang-gedang nian, awak yakin iko bukan tulang Gajah, Iko tulang binatang lamo jenis Dinosaurus, karno tinggi tulang yang ngan imak, tingginyo lebih dari tigo meter," Ujar Abdullah.
Penemuan tulang yang diduga dari tulang hewan Dinosaurus ini langsung dilaporkan masyarakat ke Dinas Kebudayaan, Pariwisata dan Olahraga Kabupaten Bungo. Berkelang beberpa hari, Tim dari dinas Kebudayaan Pariwisata dan Olahraga Kabupaten Bungo langsung menuju ke tempat penemuan tulang yang diduga tulang dari hewan Dinosaurus.
Roza Patra staf dari Dinas Pariwisata dan Olahraga Bungo memimpin langsung ke tempat penemuan tulang ini. Roza Patra mengatakan dari analisa terhadap tulang yang diduga dari hewan Dinosaurus ataupun tulang binatang besar yang hidup pada zaman sekarang. Saat ini masih belum bisa menyimpulkan kalau ini adalah tulang Dinosaurus atau tulang Badak atau jenis hewan besar lainya yang hidup pada zaman sekarang. Namun berkemungkinan benar tulang diduga dari fosil Dinosaurus, dilihat dari jenis tulangnya, terlihat lebih besar dari binatang yang ada saat sekarang, selain itu pada rahang tulang binatang ini terlihat lebih kecil dari tulang lainya. kemungkinan besar hewan ini dimasa hidupnya memakan makanan jenis flora.
" Ada kemungkinan, hewan ini besar. Dilihat dari tulangnya, melebihi tulang gajah dan badak, dugaan sementara hewan ini lebih besar dari binatang yang ada saat sekarang ." Ujar Roza Patra.
Roza patra juga mengatakan, dilihat dari jenis tulang tengkorak bagian kepala dan rahang , terlihat lebih kecil, diduga hewan ini pemakan rumput dan tumbuh-tumbuhan(Flora)," Penemuan tulang ini kita teruskan ke tim ahlinya yaitu Arkeologi Provinsi jambi, Mereka lebih memamahami tentang fosil tulang ini," Ujar Roza.
Provinsi Jambi adalah salah satu provinsi yang terletak di Pulau Sumatera. Kota Jambi adalah ibukota dari provinsi ini. Kota Jambi terbentuk semenjak hadirnya kerajaan Melayu Jambi pada abad XVIII, di pinggiran sungai Batanghari. Jambi dibentuk oleh
kebudayaan material dan spiritual dari berbagai etnik, strata sosial,
ekonomi dan sistem pemerintahan pada masa lalu, yang dapat dilihat
melalui bentuk-bentuk bangunan dengan suasana/setting/rona lingkungan
pinggiran sungai.
Jambi pernah berada pada masa-masa pencarian identitas rumah adat.
Uniknya pencarian identitas tersebut bukan karena rumah adat di Jambi
telah punah, melainkan karena terlalu banyak pilihan dan harus memilih
satu di antara dua jenis arsitektur rumah tertua di Jambi. Hingga
kemudian pada tahun 70-an, gubernur menyelenggarakan sayembara untuk
memastikan rumah adat identitas negeri “Sepucuk Jambi Sembilan Lurah” ini.
Dari hasil sayembara tersebut, rumah panggung yang menjadi simbol
hunian tardisional masyarakat Jambi dan kita kenal hari ini adalah Rumah Panggung Kajang Leko.
Sebagai bentuk dukungan langsung, Pemerintah Provinsi Jambi membangun
rumah tersebut di dalam kompleks Kantor Gubernur Jambi. Dikerjakan pada
tahun 1971-1974 serta memusiumkannya. Hingga hari ini kita masih mudah menemukan Rumah Panggung Kajang Leko,
bahkan di luar kantor-kantor pemerintahan. Hal ini menjadi poin positif
tentunya, karena masyarakat Jambi justru bereforia membangun
rumah-rumah berarsitektur adat di tengah perkembangan budaya dan
rongrongan kemajuan zaman.
Rumah Panggung Kajang Leko adalah konsep arsitektur dari Marga Bathin. Sampai sekarang orang Bathin masih mempertahankan adat istiadat yang diwariskan oleh nenek moyang mereka, bahkan peninggalan Kajang Leko atau Rumah Lamo
pun masih bisa dinikmati keindahannya dan masih dipergunakan hingga
kini. Salah satu perkampungan Bathin yang masih utuh hingga sekarang
adalah Kampung Lamo di Rantau Panjang.
Tipologi Rumah Kajang Leko berbentuk bangsal, empat
persegi panjang dengan ukuran 12 meter x 9 meter. Keunikannya terletak
pada struktur konstruksi dan seni ukiran yang menghiasi bangunan.
Seperti yang telah kita ketahui dan dinyatakan oleh Budihardjo
(1994:57), bahwa rumah adalah aktualisasi diri yang diejawantahkan dalam
bentuk kreativitas dan pemberian makna bagi kehidupan penghuninya.
Selain itu rumah adalah cerminan diri, yang disebut Pedro Arrupe sebagai ”Status Conferring Function”, kesuksesan seseorang tercermin dari rumah dan lingkungan tempat huniannya.
Dari segi konstruksi bubungan atap bangunan rumah panggung Kejang Lako dinamai ‘gajah mabuk’
diambil dari nama pembuat rumah yang mabuk cinta tetapi tidak mendapat
restu orang tuanya. Bubungan tersebut dibuat menyerupai perahu dengan
ujung bagian atas bubungan melengkung ke atas yang disebut potong jerambah, atau lipat kajang.
Dengan atap bagian atas dinamakan kasau bentuk dibuat dari mengkuang
atau ijuk yang dianyam kemudian dilipat dua, berfungsi untuk mencegah
air hujan agar tidak masuk ke dalam rumah.
Pada bagian langit-langit ada yang dinamai tebar layar yang berfungsi
sebagai dinding penutup ruang atas dan penahan rembesan tempias air
hujan. Sementara ruang antara tebar layar dan bubungan atap difungsikan
sebagai tempat menyimpan barang tak terpakai dinamai panteh. Dan pada
bagian samping, masing-masing dinding, terbuat dari papan yang diukir.
Sedangkan pintunya terdiri dari 3 macam. Ketiga pintu tersebut adalah
pintu tegak, pintu masinding, dan pintu balik melintang.
Rumah Panggung Kajang Lako memiliki 30 tiang yang terdiri dari 24 tiang utama dan 6 tiang palamban. Tiang utama dipasang dalam bentuk enam jajar, dengan panjang masing-masing 4,25 meter. Tiang utama berfungsi sebagai tiang bawah (tongkat) dan sebagai tiang kerangka bangunan juga sebagai tiang penyekat yang membagi ruangan menjadi 8 ruangan, dan keseluruhan ruangan tersebut memiliki ukuran dan kegunaannya masing-masing.
Rumah Panggung Kajang Lako memiliki 30 tiang yang terdiri dari 24 tiang utama dan 6 tiang palamban. Tiang utama dipasang dalam bentuk enam jajar, dengan panjang masing-masing 4,25 meter. Tiang utama berfungsi sebagai tiang bawah (tongkat) dan sebagai tiang kerangka bangunan juga sebagai tiang penyekat yang membagi ruangan menjadi 8 ruangan, dan keseluruhan ruangan tersebut memiliki ukuran dan kegunaannya masing-masing.
Delapan ruangan tersebut antara lain; Ruang pelamban
letaknya berada di sebelah kiri bangunan induk. Ruangan ini menggunakan
bambu belah yang telah diawetkan sebagai lantainya, dipasang agak jarang
untuk mempermudah air mengalir ke bawah. Pelamban difungsikan sebagi
ruang tunggu bagi tamu yang baru datang sebelum diizinkan masuk rumah.
Berikutnya adalah ruang gaho, ruang ini terletak pada ujung sebelah kiri
bangunan dengan posisi memanjang. Karena dalam ruang gaho terdapat
dapur, tempat air dan tempat penyimpanan barang. Ruangan ini dihiasi
motif ikan dibuat tidak berwarna dan diukirkan di bagian bendul gaho.
Di bagian depan terdapat ruang masinding. Masyarakat Jambi biasanya
menggelar musyawarah adat di rungan ini, dan dipergunakan untuk tempat
duduk khusus untuk kaum laki-laki. Karena ruangan ini berfungsi sebagai
sarana interaksi sosial, tak heran jika kita mendapati beberapa ragam
ukiran. Antara lain motif bungo tanjung yang diukirkan di bagian depan
masinding. Kemudian motif tampuk manggis di atas pintu masuknya.
Berikutnya kita akan menemukan motif bungo jeruk yang diukir pada luar
rasuk (belandar) di atas pintu. Ragam hias dengan motif flora tersbut
dibuat berwarna. Ketiga motif ragam hias tersebut dimaksudkan untuk
memperindah bangunan dan ruangan masinding khususnya, dengan makna
filofosis menggambarkan kesuburan alam Jambi.
Setelah kita dibuat terpukau dengan ukiran-ukiran yang terdapat di
ruang masinding, langsung saja kita memasuki ruang tengah. Ruang tengah
adalah ruang yang berada di tengah-tengah Rumah Panggung Kajang Leko.
Antara ruang tengah dengan ruang masinding ini tidak disekat oleh
dinding. Fungsinya secara khusus, ruang tengah ini ditempati oleh para
wanita pada saat pelaksanaan upacara adat. Ruangan lain dalam rumah
tinggal orang Bathin adalah ruang balik menalam atau ruang dalam.
Ruangan ini dibagi lagi menjadi beberapa bagian, atara lain; ruang
makan, ruang tidur anak gadis, dan ruang tidur orang tua.
Berikutnya adalah ruang balik malintang. Ruang ini terletak di ujung
sebelah kanan Rumah Panggung Kajang Leko dengan posisi menghadap ke
ruang tengah dan ruang masinding. Lantai pada ruangan ini dibuat lebih
tinggi daripada ruangan lainnya, karena berfungsi sebagai ruang utama,
ruangan ini tidak boleh ditempati oleh sembarang orang. Besarnya ruangan
balik melintang berukuran 2×9 meter, atau sama dengan luas ruang gaho.
Seperti halnya ruang gaho, ruangan balik melintang pun dihiasi ragam
ukiran yang berbentuk ikan yang sudah distilir ke dalam bentuk
daun-daunan yang dilengkapi dengan bentuk sisik ikan.
Sementara di bagian bawah terdapat ruang bauman. Ruang ini tidak berlantai dan tidak berdinding, dipergunakan untuk menyimpan abrang, atau memasak pada waktu ada pesta, serta kegiatan lainnya. Rumah Panggung Kajang Leko memiliki dua tangga, yaitu: tangga utama yang terdapat di sebelah kanan pelamban dan tangga penteh yang dipakai untuk naik ke penteh.
Sementara di bagian bawah terdapat ruang bauman. Ruang ini tidak berlantai dan tidak berdinding, dipergunakan untuk menyimpan abrang, atau memasak pada waktu ada pesta, serta kegiatan lainnya. Rumah Panggung Kajang Leko memiliki dua tangga, yaitu: tangga utama yang terdapat di sebelah kanan pelamban dan tangga penteh yang dipakai untuk naik ke penteh.
Rumah Panggung Kajang Leko adalah salah satu bentuk pengejawantahan
cita rasa seni, budaya, dan keyakinan masyarakat Jambi yang tersirat
mulai dari bentuk bangunan, fungsi ruangan, seni ukiran, dll. Padahal
pada awal peradaban manusia, fungsi dasar rumah adalah untuk melindungi
gangguan alam dan binatang. Namun sejalan dengan peradaban, fungsi rumah
berkembang sebagai sumber rasa aman dan kenyamanan. Secara sosial rumah
juga berfungsi sebagai tatus simbol dan ukuran kemakmuran. Kini
keberadaan Rumah Panggung Kajang Leko juga digunakan sebagai sarana
investasi, pariwisata, dan sumber penilitian akademiki.
Universitas Muara Bungo (UMB) adalah perguruan tinggi negeri di Muara Bungo,Kabupaten Bungo, Indonesia, yang berdiri pada 22 Mei 2008, dengan Rektor pertama adalah Dr. Husin Ilyas, SH., MH., dan pada saat ini Universitas Muara Bungo dipimpin oleh Khairun A Roni, SE, MM.
Berdirinya Universitas Muara Bungo tidak terlepas dari diberlakukannya Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang pemerintahan daerah dalam memberikan kewenangan dan tangung jawab yang besar bagi propinsi dan Kabupaten/Kota. Berangkat dari keinginan luhur itulah, Pemerintah Daerah Kabupaten Muara Bungo yang pada hakekatnya bertujuan dan dikonsentrasikan untuk mencapai masyarakat sejahtera, adil dan makmur lahir bathin. Seperti termuat dalam Pokok-Pokok Reformasi Pembangunan Daerah Kabupaten Bungo yaitu memampukan dan memandirikan masyarakat Bungo, untuk menanggulangi krisis pada bidang ekonomi, politik, hukum, agama dan sosial budaya. Disamping itu pembangunan juga diarahkan untuk memperluas kesempatan kerja, mendorong peningkatan pendapatan dan pemerataan hasil-hasilnya.
Atas inisiatif Bupati Muara Bungo, H. Zulfikar Achmad berkirim surat ke Menteri Pedidikan Nasional yang isinya adalah untuk mendirikan Universitas Negeri di Muara Bungo atau melakukan penggabungan perguruan tinggi swasta yang sudah ada. Sambutan Menteri Pendidikan Nasional melalui surat Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi Depdiknas Nomor 1551/D2.2/2007 tanggal 29 Juni 2007 perihal Usulan penggabungan, tidak mengijinkan untuk mendirikan Universitas Negeri, mengingat PAD Kabupaten Muara Bungo pada saat itu masih belum memenuhi persyaratan, tetapi pihak Depdiknas mendukung upaya untuk melakukan penggabungan perguruan tinggi swasta yang sudah ada.
Dukungan Dedpiknas itu ditindaklanjuti oleh Bapak H. Zulfikar Achmad dengan mengundang Pengurus Yayasan Pendidikan yang ada sebelumnya di Kabupaten Muara Bungo yang tujuannya adalah untuk menghimpun dan menyatukan visi dan misi masing-masing perguruan tinggi. Hal ini sangat penting, mengingat perguruan tinggi yang sudah ada belum menjawab tantangan kebutuhan sumberdaya manusia yang lulusannya diharapkan dapat membangun Kabupaten Muara Bungo untuk masa yang akan datang.
Dari pertemuan tersebut disepakati untuk menggabung perguruan tinggi yang sudah ada menjadi sebuah universitas. Dari 4 (empat) perguruan tinggi yang di undang, masing-masing Yayasan Nurul Islam yang mengelola Sekolah Tinggi Ilmu Agama (STAI) “YASNI”, Yayasan Insan Madani yang mengelola Sekolah Tinggi Ilmu Tarbiyah (STIT), STIA Setih Setio, dan STIP Muara Bungo, hanya STIA Setih Setio yang tidak bersedia untuk bergabung.
Akhirnya Surat Keputusan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 81/D/O/2008 tanggal 22 Mei 2008 tentang Perubahan Sekolah Tinggi Ilmu Pertanian (STIP) Muara Bungo menjadi Universitas Muara Bungo, diterbitkan dengan Fakultas Ekonomi program studi Akuntansi dan Manajemen S.1; Fakultas Ilmu Sosial & Ilmu Politik dengan program studi Ilmu Pemerintahan S.1; Fakultas Bahasa dengan program studi Sastra Inggris S.1; Fakultas Teknik dengan program studi Sipil, Elektro dan Pertambangan S.1; Fakultas Pertanian yang merupakan cikal bakal program studi yang sudah ada yaitu Agrobisnis. Agroteknologi, dan Peternakan S.1; Fakultas Perikanan dengan program studi Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan.
Universitas Muara Bungo memiliki dua buah kampus yaitu di Kecamatan Bathin III dan Rimbo Tengah :
Berdirinya Universitas Muara Bungo tidak terlepas dari diberlakukannya Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang pemerintahan daerah dalam memberikan kewenangan dan tangung jawab yang besar bagi propinsi dan Kabupaten/Kota. Berangkat dari keinginan luhur itulah, Pemerintah Daerah Kabupaten Muara Bungo yang pada hakekatnya bertujuan dan dikonsentrasikan untuk mencapai masyarakat sejahtera, adil dan makmur lahir bathin. Seperti termuat dalam Pokok-Pokok Reformasi Pembangunan Daerah Kabupaten Bungo yaitu memampukan dan memandirikan masyarakat Bungo, untuk menanggulangi krisis pada bidang ekonomi, politik, hukum, agama dan sosial budaya. Disamping itu pembangunan juga diarahkan untuk memperluas kesempatan kerja, mendorong peningkatan pendapatan dan pemerataan hasil-hasilnya.
Atas inisiatif Bupati Muara Bungo, H. Zulfikar Achmad berkirim surat ke Menteri Pedidikan Nasional yang isinya adalah untuk mendirikan Universitas Negeri di Muara Bungo atau melakukan penggabungan perguruan tinggi swasta yang sudah ada. Sambutan Menteri Pendidikan Nasional melalui surat Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi Depdiknas Nomor 1551/D2.2/2007 tanggal 29 Juni 2007 perihal Usulan penggabungan, tidak mengijinkan untuk mendirikan Universitas Negeri, mengingat PAD Kabupaten Muara Bungo pada saat itu masih belum memenuhi persyaratan, tetapi pihak Depdiknas mendukung upaya untuk melakukan penggabungan perguruan tinggi swasta yang sudah ada.
Dukungan Dedpiknas itu ditindaklanjuti oleh Bapak H. Zulfikar Achmad dengan mengundang Pengurus Yayasan Pendidikan yang ada sebelumnya di Kabupaten Muara Bungo yang tujuannya adalah untuk menghimpun dan menyatukan visi dan misi masing-masing perguruan tinggi. Hal ini sangat penting, mengingat perguruan tinggi yang sudah ada belum menjawab tantangan kebutuhan sumberdaya manusia yang lulusannya diharapkan dapat membangun Kabupaten Muara Bungo untuk masa yang akan datang.
Dari pertemuan tersebut disepakati untuk menggabung perguruan tinggi yang sudah ada menjadi sebuah universitas. Dari 4 (empat) perguruan tinggi yang di undang, masing-masing Yayasan Nurul Islam yang mengelola Sekolah Tinggi Ilmu Agama (STAI) “YASNI”, Yayasan Insan Madani yang mengelola Sekolah Tinggi Ilmu Tarbiyah (STIT), STIA Setih Setio, dan STIP Muara Bungo, hanya STIA Setih Setio yang tidak bersedia untuk bergabung.
Akhirnya Surat Keputusan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 81/D/O/2008 tanggal 22 Mei 2008 tentang Perubahan Sekolah Tinggi Ilmu Pertanian (STIP) Muara Bungo menjadi Universitas Muara Bungo, diterbitkan dengan Fakultas Ekonomi program studi Akuntansi dan Manajemen S.1; Fakultas Ilmu Sosial & Ilmu Politik dengan program studi Ilmu Pemerintahan S.1; Fakultas Bahasa dengan program studi Sastra Inggris S.1; Fakultas Teknik dengan program studi Sipil, Elektro dan Pertambangan S.1; Fakultas Pertanian yang merupakan cikal bakal program studi yang sudah ada yaitu Agrobisnis. Agroteknologi, dan Peternakan S.1; Fakultas Perikanan dengan program studi Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan.
Universitas Muara Bungo memiliki dua buah kampus yaitu di Kecamatan Bathin III dan Rimbo Tengah :
- Jalan Lintas Sumatera Km 6 Sungai Binjai, Muara Bungo 37215
- Jalan Diponegoro Candika, Muara Bungo 37214
- Fakultas Teknik
- Teknik Elektro S-1 81/D/O/2008 2010-05-22
- Teknik Sipil S-1 81/D/O/2008 2010-05-22
- Teknik Pertambangan S-1 81/D/0/2008 2010-05-22
- Fakultas Pertanian
- Agribisnis S-1 81/D/O/2008 2010-05-22
- Agroteknologi S-1 81/D/O/2008 2010-05-22
- Peternakan S-1 81/D/0/2008 2010-05-22
- Fakultas Perikanan
- Pemanfaatan Sumber Daya Perikanan S-1 81/D/O/2008 2010-05-22
- Fakultas Ekonomi
- Manajemen S-1 81/D/O/2008 2010-05-22
- Akuntansi S-1 81/D/O/2008 2010-05-22
- Fakultas Ilmu Sosial Ilmu Politik
- Ilmu Pemerintahan S-1 81/D/O/2008 2010-05-22
- Fakultas Bahasa
- Sastra Inggris S-1 81/D/O/2008 2010-05-22